SPIRITUAL PARENTING

Spiritual Parenting

Merupakan hal yang cukup sulit untuk melatih anak agar bersikap dengan baik. Tuhan menginginkan hati dan jiwa yang terbentuk dalam getaran iman dan cinta pada diriNya dan orang lain. Spiritual parenting atau pola asuh spiritual dapat menjadi kebangkitan untuk keluarga zaman ini.

Demi perkembangan spiritual dan moral anak-anaknya, orangtua perlu untuk bergantung pada Tuhan, yaitu mengkiblatkan hati kita dalam penyerahan dan keyakinan. Tujuan akhirnya adalah sebuah getaran iman yang diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Berdasarkan kekuatan Tuhan, orangtua harus bergantung pada Tuhan agar dapat menghadirkan suasana lingkungan rumah yang dapat digunakanNya untuk memberkati anak-anak kita. Bukankah ini waktunya kita untuk menganut konsep sederhana namun
revolusioner ini?

PADA JALUR KETUHANAN

Apa yang dimaksud dengan meletakkan anak kita dalam jalur Ketuhanan? Hanya Tuhan yang patut diTuhankan. KeTuhananNya merupakan unsur utama dari kesucianNya, yang mana pada akhirnya dapat mengubah kita semua. Melalui utusanNya dan ciptaan lainnya, Tuhan mengirimkan kesucianNya pada kita. Transaksi sakral ini bertempat di antara berkatNya dengan keimanan kita. Namun, bagaimana sesungguhnya ini terjadi, masih merupakan sebuah
misteri.

Sebagai orangtua yang spiritual, kita menempatkan diri kita sebagai murid dari anak-anak kita, yaitu untuk mempelajari mengenai mereka dan dunia mereka. Tidak hanya mengenai keinginan atau hasrat kita dalam mempelajari bagaimana cara yang tepat untuk bisa bergantung pada Tuhan, namun juga untuk mempelajari bagaimana anak-anak kita menjadi takut dan patuh pada perintahNya.

Karena firman Tuhan telah begitu jelas menunjukkan ketuhananNya dan hanya Dia yang dapat mengubah hati, kita tahu bahwa kita membutuhkan bantuanNya dalam mengasuh dan
membesarkan anak kita. Kita semua harus mengasuh dan membesarkan anak kita dengan mengkiblatkan diri pada Tuhan. Pada akhirnya menyenangkan Tuhan harus menjadi fokus kita.

Ini adalah kebenaran pertama dalam pola asuh kita terhadap anak. Kebenaran ini menunjukkan pada kita bahwa ‘tugas kita sebagai orangtua bukan hanya untuk mengendalikan perilaku anak-anak kita, sehingga dengan menyadarinya dan konsisten terhadap pemikiran tersebut, kita telah membentuk kehidupan spiritual bagi mereka’.

Tujuan kita sebagai orangtua adalah lebih dari hanya sekedar hal yang pernah kita bayangkan tersebut. Tujuan kita adalah untuk menurunkan getaran dan perkembangan iman, yaitu iman yang:

  • Dapat membuat anak-anak kita memahami dan mendengar suara Tuhan, dan dapat membedakannya dari pemikiran lainnya
  • Anak-anak kita cenderung memiliki hasrat untuk mematuhi suara Tuhan yang mereka dengarkan tersebut
  • Mereka akan mematuhi Tuhan bukan berdasarkan kekuatan mereka, namun dengan kekuatan Tuhan.

Apa yang Anda yakini dan ke mana hati Anda tertuju akan menentukan hasil dan arah seluruh hidup Anda pada keabadian.

Tujuan hidup kita sebagai hamba Tuhan adalah untuk mencintaiNya dengan seluruh jiwa dan menyayangi orang lain semampu yang dapat kita lakukan. Selain itu, tujuan kita sebagai orangtua adalah untuk mengajarkan pada anak-anak kita mengenai pemahaman siapa sesungguhnya Tuhan itu, bagaimana agar kita dapat menjalin hubungan denganNya, dan bagaimana cara hidup untuk Tuhan dan melalui Tuhan.

Karena telah mengalami atau mengetahui kejahatan dan kekejaman godaan setan di dunia, biasanya orangtua lebih memilih untuk menentukan garis hidup anak mereka. Para orangtua yang seperti ini biasanya berkata, “Saya akan menarik mereka dan memeluk mereka dengan erat. Saya akan melindungi mereka dari ketidakbermoralan dunia ini. Jika saya melakukan semua ini, maka dunia ini tidak akan memberikan dampak negatif pada mereka.”

Sedangkan terdapat juga sebagian orangtua lain yang mengatakan, “Apakah Anda tahu? Anak-anak saya pada akhirnya akan butuh diperkuat oleh dunia luar.” Maka, orangtua semacam ini dengan mudah mendorong dan menjebloskan anak mereka ke dunia luar, hampir seperti melempar anak ke dalam kolam renang yang dalam sembari berkata, “Pada akhirnya mereka akan berusaha untuk belajar berenang sendiri.” Orangtua semacam ini biasanya memahami pendekatan ini dari perjalanan dan pengalaman mereka sendiri.

Pola asuh spiritual tidak mengabaikan ketidakbermoralan dunia ini. Namun, pola asuh spiritual tidak serta merta mengatakan, “tiarap dan bersembunyilah dan tunggulah hingga semuanya berakhir. Karena dunia ini begitu jahat, karenanya kita tidak boleh mengambil bagian didalamnya.” Alih-alih, orangtua mengatakan, “saya akan bertahan di sini. Saya akan bertahan hidup di dunia ini hanya karena Tuhan telah menempatkan saya di sini pada saat ini. Saya melakukannya karena saya memahami bahwa kita semua adalah orang asing. Dunia ini
bukanlah rumah saya. Tidak akan pernah menjadi rumah saya. Saya tidak akan merasa utuh dan nyaman di sini. Saya tidak akan pernah tenggelam di sini. Jadi, karena saya sudah di sini, maka saya tidak akan menyianyiakan waktu saya.” Inilah mengapa pola asuh spiritual
menjadi sangat penting. Karena, pola asuh spiritual menentukan bagaimana kita akan hidup dengan produktif dan tidak terlena dengan apa yang ada di dunia ini. Sungguh, kebergantungan kita pada Tuhan yang seperti ini merupakan inti dari menjadi orangtua yang spiritual.

Jika kita hanya berfokus pada perilaku duniawi anak kita tanpa disertai perubahan batiniah, maka tindakan-tindakan anak kita hanya akan bertujuan untuk mencari pembenaran atau perhatian kita saja. Mereka akan berujung melakukan sesuatu tanpa adanya tujuan spiritual yang dapat menyembuhkan dan menjaga kualitas batin mereka. Tanpa adanya perubahan supernatural ini, kita mungkin akan memiliki anak yang patuh atau bermoral, namun tidak memiliki kecerdasan spiritual.

Jika memang seperti itu, maka anak-anak kita akan tumbuh dan menjalankan hidup mereka dengan tujuan untuk memenuhi egonya saja. Sangat besar kemungkinan mereka akan memilih kehidupan yang penuh dengan dosa tanpa ada hasrat untuk mengubahnya, atau mereka akan menyembunyikan dosa-dosanya dan menjalani dua kehidupan yang berbeda. Kehidupan spiritual adalah kehidupan yang berkembang dan jauh dari persembunyian.

Bagaimana jika, sebagai orangtua spiritual, kita melakukan hal yang melebihi mengasuh dan mengelola perilaku anak kita? Bagaimana jika kita memfokuskan energi kita untuk mengatur dan membuat anak kita berjalan di jalur ketuhanan dan menyaksikan mereka jatuh cinta pada
Tuhan? Ini adalah sebuah perbedaan yang sangat besar. Karena ada ungkapan yang mengatakan bahwa, “jangan jatuh cinta terhadap dunia. Namun jatuh cintalah pada sang Tuhan, maka dunia akan terlihat kurang menarik.”

Satu hal yang nyata dan tepat dalam pola asuh spiritual: Anda tidak akan dapat memberikan apa yang tidak Anda miliki.

Coba kita pertimbangkan. Kita meletakkan harapan yang begitu besar kepada anak kita. Kita menginginkan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari apa yang telah kita dapatkan. Kita menginginkan mereka untuk memperoleh kehidupan yang sedikit lebih mudah, dengan sedikit penderitaan. Secara umum, kita menginginkan mereka untuk memiliki lebih dari apa yang kita telah miliki. Kita merasa sedikit bersalah jika menginginkan mereka untuk mendapatkan kehidupan spiritual yang lebih murni dari kita. Pada kenyataannya, kita adalah teladan hidup yang nyata bagi mereka, dan sayangnya, kita tidak dapat memberikan apa yang kita tidak pernah miliki.

Jadi, pola asuh spiritual mengingatkan pada kita bahwa mengendalikan perilaku anak kita bukanlah merupakan satu-satunya kewajiban kita sebagai orangtua, namun kita juga memiliki kewajiban untuk menjadi contoh otentik bagaimana berhubungan dengan Tuhan. Dan kita hanya bisa berharap dan berdoa agar apa yang kita miliki patut dan cukup berharga untuk diturunkan pada generasi penerus kita.

Anak-anak kita sangat ingin untuk mengetahui dan memahami kenyataan siapakah Tuhan dalam aliran kehidupan ini saat ketika kita bangun, ketika kita duduk, ketika kita dalam perjalanan, ketika kita tidur. Anak-anak kita perlu melihat dan memahami bahwa iman dan keyakinan itu benar-benar penting dan sesuai terhadap situasi keseharian kita. Mereka perlu yakin bahwa iman dan Tuhan itu benar-benar nyata. Kita perlu meneladani kehidupan spiritual dalam tiap keputusan kita, dan menghapuskan perbedaan antara kesakralan dan sekuleritas. Anak-anak kita perlu menyaksikan sendiri bahwa iman kita bukanlah sesuatu yang hanya timbul pada saat tertentu saja.

Agar kita dapat menurunkan keimanan kita pada anak-anak kita, kita perlu memahami apa itu keimanan ilahi dan apa kaitannya dengan tindakan kita. Agar keimanan dalam hidup kita dan dalam hidup anak-anak kita lebih hidup, maka kita perlu mengalami ekspresi dari kepatuhan akan Ketuhanan. Definisi utuh iman datang dari bahasa Yunani asli. Kata ‘pitos’ mengandung tiga hal: keyakinan kuat, penyerahan diri, dan menunjukkan tindakan yang sesuai. Dari sinilah akhlak yang baik datang.

Dengan kata lain, iman berdasarkan pada keyakinan yang kuat dari hati yang teguh dan penuh penghambaan diri.

Ketika kita menyaksikan perilaku kita dan turun kepada anak kita, kita akan mulai untuk memahami apa makna dari pencarian kehidupan dan pola asuh spiritual.

Ingatlah selalu bahwa iman adalah hal yang tak kasat mata. Kita tidak akan mampu menciptakannya dan membuat seseorang bisa memilikinya. Jika kita mencoba untuk menciptakan atau memaksakannya pada orang lain, maka yang kita akan dapatkan adalah penolakan dan pemberontakan. Percaya atau tidak, dari keimanan inilah kebebasan yang sejati akan hadir. Jika iman mereka telah merasuk, maka tindakan mereka akan selaras dengan imannya. 

Kenikmatan mengasuh dan membesarkan anak dapat diperoleh dari menanamkan dan menciptakan lingkungan agar imannya dapat berkembang, mengajarkan mereka bagaimana menanamkan hubungan penuh cinta kepada Tuhan, dan menjalani hidup kita secara otentik dihadapan anak-anak kita sehingga mereka dapat menjadi saksi dari perubahan kita menuju kebaikan yang sejati.

Tujuan kita sebagai orangtua harusnya adalah untuk bekerja keras menurunkan keimanan kita pada generasi penerus kita, dengan cara yang membuat mereka dapat mewarisi kembali pada
generasi-generasi selanjutnya ketika kita sudah tidak ada lagi di dunia. Suatu hari nanti kita akan meninggalkan dunia ini, dan yang akan tersisa dan tertinggal adalah apa yang akan abadi yaitu segala sesuatu yang berhasil kita turunkan dan wariskan pada anak kita.

APA YANG MENJADI BATUNYA? KEIMANAN YANG BERKEMBANG

Kita dapat menyimpulkan bahwa iman adalah sebagai sebuah hubungan antara hati dengan komitmen pikiran yang menghasilkan sebuah pelayanan dan perilaku spiritual yang merupakan hubungan pribadi dengan Tuhan.

Jika kita menginginkan iman kita terus bertahan abadi pada seluruh generasi setelah kita, maka kita perlu untuk terus meningkatkan kepercayaan diri dan fokus terhadap iman yang ingin kita turunkan pada anak-anak kita.

Kepatuhan adalah mendengarkan apa yang diperintahkan dan mengamalkannya, yaitu seperti seorang bijak yang membangun rumahnya di atas batu. Ini adalah hubungan antara keimanan dan tindakan, yaitu mengamalkan apa yang kita yakini. Bukan hanya sekedar mendengarkan firman Tuhan saja, karena hanya orang yang bodoh yang mendengarkannya namun tidak diamalkan. Jika kita berpikir mengenai pola asuh yang dapat mewarisi keimanan kita pada generasi selanjutnya, maka ungkapan ‘membangun rumah di atas batu’ berarti mematuhi firman-firman Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari dan membuat anak-anak kita menjadi saksi keteguhan dan kekokohan cara hidup seperti itu.

Kepatuhan yang sejati datang dari pemahaman dan usaha kita dalam mengenal Tuhan dan mendengarkan suaraNya. Ini yang memberikan kita kesempatan untuk berhubungan dengan Tuhan. Kepatuhan ini kemudian diperkuat oleh Tuhan, bukan semata-mata dari upaya kita. Setiap hari kita terus berjalan selangkah demi selangkah untuk menjadi lebih dekat denganNya dan untuk menyelaraskan keinginan dan tindakan kita pada kehendakNya. Inilah yang disebut dengan keimanan yang penuh kepatuhan.

Jiwa kita berkembang secara spiritual apabila kita mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Tuhan.

Ketika anak kita masih kecil, kita pasti menginginkan mereka mematuhi dan mempercayai kita. Hal-hal seperti jangan menyentuh kompor, jangan berlari di jalanan, atau hati-hati berbicara dengan orang asing adalah upaya kita untuk melindungi mereka dari dunia ini. Begitu mereka beranjak dewasa, kita berusaha untuk mengarahkan mereka dari perilaku patuh tanpa sebab kepada kepatuhan yang berdasarkan hubungan dan kebijaksanaan dan percaya bahwa kita mengetahui yang terbaik. Inilah yang dimaksud dengan keimanan. Sebagai orangtua, kita tidak hanya perlu memperkenalkan hal ini pada anak kita, namun juga penting bagi kita untuk mencontohkannya. Inilah kepatuhan yang akan bermanfaat bagi mereka dalam dunia ini
maupun di akhirat nanti.

Terdapat sembilan suasana berbeda yang dapat kita ciptakan di rumah kita, di mana pada tiap-tiap suasana ini spiritualitas dan keimanan anak-anak kita bisa berkembang lebih mudah. Kesembilan suasana tersebut antara lain adalah:

  • Biasakan membacakan kisah agama atau spiritual pada anak
  • Ajarkan pemahaman mengenai identitas kita sebagai makhluk beragama
  • Ajak mereka ikut serta dalam komunitas keagamaan
  • Ajak mereka dalam pelayanan masyarakat
  • Berikan anak-anak tanggung jawab
  • Jika perlu mendisiplinkan, maka lakukan dengan bijak tanpa harus menghukum
  • Penuhi dengan cinta dan penghargaan
  • Berikan pengetahuan mengenai siapa Tuhan
  • Jadilah teladan

Jika kita telah memahami apa itu keimanan dan apa yang menjadi tujuan kita sebagai orangtua, maka kita berarti telah memiliki dasar untuk menciptakan suasana-suasana ini. Jangan sekali-kali kita menciptakan suasana dan lingkungan yang hanya memberikan kesan
dan tampilan relijius saja, namun di balik itu kualitas dan keimanannya tidak ada. Jangan pula menciptakan suasana yang dapat memanipulasi perilaku mereka. Pun, kita tidak boleh menciptakan suasana yang membuat anak-anak kita menjadi fanatik. Namun, yang harus kita ciptakan adalah suasana agar rumah dan anak-anak kita terbuka bagi ketuhanan, sehingga Tuhan dapat mendatangkan anugerah dan berkahNya.

Sebagai orangtua, dan sebagai teladan, anak-anak kita pasti akan meniru perilaku kita. Baik kita suka atau tidak, kita adalah contoh utama dan pertama dalam kehidupan mereka, terutama pada masa awal kehidupan mereka. Memahami peran yang kita mainkan adalah hal yang sangat penting bagi kita, terutama karena kita adalah teladan bagi mereka tidak hanya untuk kehidupan mereka di dunia ini saja, melainkan juga untuk kehidupan mereka di dunia yang akan
datang.

Kita perlu menanyakan pada diri kita mengenai: “Hal macam apa, dalam perilaku saya, yang saya ingin anak saya menirunya? Dan bagaimana saya akan mencontohkan hal tersebut?”.

Kita melatih anak kita untuk menjadi hamba Tuhan dengan mencontohkan bagaimana proses penghambaan tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa jika kita mencontohkan kasih sayang dan penghormatan pada anak kita ketika mereka masih kecil, maka mereka akan tumbuh menjadi remaja yang penuh kasih dan hormat pada kita dan orang lain. Dalam tiap suasana yang dapat kita ciptakan, terkandung unsur teladan di dalamnya. Dan, jika kita memberikan teladan yang sebaliknya pada anak-anak kita, maka mereka akan tumbuh menjadi orang dengan perilaku yang buruk.

Pola asuh spiritual membuat anak-anak kita mengenali dan menyadari pengaruh yang kita berikan terhadap kehidupan mereka, dan mereka akan memilih untuk hidup dengan menyadari semua pengaruh tersebut.

Tentu saja kita bukanlah manusia yang sempurna. Kita bukanlah teladan yang sempurna dan juga terkadang tidak selalu setuju dengan anak kita. Kejujuran dan rasa sadar diri dapat membuat kita menjadi teladan yang sangat baik, bahkan jika kita menghadapi kegagalan.

Keteladanan adalah suasana yang membentuk keselarasan dan kesinambungan dengan suasana lainnya. Ini adalah sebuah persatuan yang sempurna, karena keteladanan menunjukkan “bagaimana” dan “apa” yang terkandung di dalam tiap suasana. Keteladanan memberikan kita kesempatan untuk menunjukkan siapa diri kita dan apa yang telah kita dapatkan selama hidup kepada anak kita.

Setiap orangtua perlu untuk berupaya dengan gigih dan mengerahkan seluruh kemampuan dalam berjuang untuk memperoleh hubungan spiritual dengan anak-anaknya.

Semoga bermanfaat,

Salam Sukses Sejahtera

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Proudly powered by WordPress | Theme: Baskerville 2 by Anders Noren.

Up ↑

Halo! Klik salah satu CS dibawah untuk melakukan chat via WhatsApp.