Bagaimana hubungan manusia dengan uang dari sudut pandang perilaku manusia? Kamu bisa menggunakan uang dengan baik, bukan berasal dari apa yang kamu tahu, tapi bagaimana perilaku kamu soal uang.
Kita diajarkan kalau investasi, rancangan keuangan pribadi, dan keputusan bisnis ini soal matematika, di mana data dan formula memberitahu apa yang harus kita lakukan. Kenyataannya justru berbeda. Mayoritas orang tidak membuat keputusan keuangan hanya berdasarkan dari laporan. Mereka justru membuat keputusan tersebut di meja makan atau di ruang rapat pertemuan, di mana semua perasaan bercampur aduk, mulai dari kesombongan, keserakahan, marketing produknya yang bagus, pandangan kita soal dunia dan sebagainya.
MENGELOLA UANG TIDAK HARUS PINTAR
Orang jenius kehilangan ketenangan dalam mengatur keuangan mereka, maka akan berakibat fatal. Hal sebaliknya, orang biasa yang tidak punya latar belakang keuangan bisa menjadi kaya apabila dia punya karakter perilaku tertentu soal uang, ini tidak ada kaitannya dengan kepintaran. Ada contoh yang menarik, Ronald James Read adalah seorang petugas kebersihan pom bensin dan donator di Amerika Serikat. Ronald hidup sederhana, rutin menabung, dan pada akhir hayatnya dia mampu mengumpulkan 8 juta dolar. Mayoritas dari kekayaannya lalu disumbangkan ke rumah sakit lokal dan perpustakaan. Kisah kedua adalah dari seseorang yang bernama Richard Fuscone. Dia merupakan lulusan Harvard dan eksekutif di perusahaan manajemen investasi bernama Merrill Lynch. Sepanjang hidupnya, dia banyak berhutang dan hidup sangat boros. Hingga akhirnya nasib malang tiba ketika krisis keuangan tahun 2008. Kejadian ini memaksa Richard untuk menyatakan diri bangkrut. Perbedaan nasib kedua orang ini bukan disebabkan oleh tingkat intelektual seseorang, tetapi berdasarkan perilaku mereka soal uang. Ronald hidup sederhana dan mengatur uangnya dengan baik, sedangkan Richard hidup dengan serakah dan boros. Kesuksesan keuangan bukanlah ilmu yang kaku, tapi lebih ke soft skill di mana perilaku kamu soal uang lebih penting daripada seberapa banyak kamu tahu soal uang.
Pengalaman yang kita miliki sampai saat ini ternyata sangat mempengaruhi penilaian kita soal uang. Ada contoh yang menarik, orang yang lahir pada tahun 1950-an dan 1970-an, memiliki pandangan yang berbeda soal pasar saham Amerika Serikat. Bagi orang yang lahir pada tahun 1950-an, mereka merasakan sendiri betapa kecilnya hasil keuntungan dari pasar saham pada tahun 1960-an hingga 1970-an, karena pada saat itu secara rata-rata imbal hasilnya hanya satu digit. Sedangkan orang yang lahir pada tahun 1970-an punya persepsi yang berbeda. Mereka melihat pasar saham dalam kondisi naik pada tahun 1980-an dan 1990-an. Inilah yang membuat orang yang lahir pada tahun 1970-an punya persepsi yang lebih positif terhadap pasar saham daripada orang yang lahir pada tahun 1950-an. Contoh ini membuktikan, kalau kita tidak bisa melupakan pentingnya pengalaman pribadi seseorang dalam membuat sebuah keputusan.
FAKTA UNIK SOAL UANG
Ada cerita yang menarik antara dua orang penulis, Kurt Vonnegut dan Joseph Heller yang sedang berada di sebuah pesta seorang miliarder. Kurt bilang ke Joseph kalau penghasilan miliarder itu dalam sehari lebih besar daripada seluruh pendapatan Joseph dari novel paling populernya. Joseph pun menjawab, betul, tapi dia punya sesuatu yang tidak mungkin di miliki miliarder itu yaitu rasa cukup. Kita memiliki kebiasaan untuk membandingkan diri kita dengan orang lain. Ini adalah proses yang tiada akhir dan akan selalu ada orang yang di atas kita. Ibaratnya di atas langit pasti ada langit. Yang paling penting kita harus tahu rasanya cukup. Hal ini berarti kita menghindari perbuatan yang pada akhirnya membuat kita menyesal. Contohnya seperti kisah Bernie Madoff, dia adalah terpidana kasus ponzi terbesar dalam sejarah. Penipuannya berlangsung selama 17 tahun dan melibatkan ribuan investor dengan nilai investasi mencapai miliaran dolar. Ini adalah contoh kasus di mana seseorang tidak tahu rasanya cukup. Mereka membawa diri mereka sendiri ke dalam jurang celaka karena mereka serakah dan tidak tahu saatnya harus berhenti.
Perlu kita pahami, banyak hal di dunia tidak sepadan dengan resikonya, misalnya dalam mengejar kekayaan, kita justru punya resiko kehilangan reputasi, kebebasan, teman, keluarga dan sebagainya. Fakta unik lainnya yaitu kekayaan adalah sesuatu yang kamu tidak lihat. Contohnya begini, ketika ada seseorang mengendarai sebuah mobil seharga 1 miliar, mungkin saja orang itu kaya raya. Tapi, fakta yang kamu tahu soal kekayaan dia adalah kalau dia sudah menghabiskan 1 miliar untuk membeli sebuah mobil. Yang perlu kita perhatikan adalah kalau sebenarnya ketika orang bilang ingin jadi miliarder, yang sebenarnya dimaksud adalah mereka ingin menghabiskan uang miliaran, sederhananya mereka ingin gaya hidupnya yang glamor. Namun, logika itu bertentangan dengan menjadi miliarder. Ada perbedaan mendasar antara “wealth” dan “rich”, mungkin kalau di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya sama-sama kaya. Namun, ada perbedaan mendasar di antara keduanya. “Rich” adalah orang yang tinggal di rumah besar dan naik mobil mewah. Orang dengan pendapatan besar adalah “rich”. Mereka menunjukan kalau diri mereka adalah rich. Namun “wealth” berbeda. Wealth itu tersembunyi. Wealth adalah pendapatan yang disimpan, bukan di belanjakan. Jadi, sebenarnya yang kita lihat adalah rich bukan wealth. Mungkin saja ada orang yang terlihat rich, tapi sebenarnya hutangnya sangat banyak. Namun, ada juga orang yang punya wealth yang besar, tapi tampilannya biasa saja tidak terlihat rich.
MEMPERTAHANKAN KEKAYAAN TIDAK SAMA DENGAN MEMBANGUN KEKAYAAN
Ada banyak cara untuk memperoleh kekayaan, tetapi hanya satu cara untuk tetap kaya, yaitu gabungan antara hidup sederhana dan punya rasa takut. Memperoleh kekayaan dan mempertahankan kekayaan punya pendekatan yang berbeda. Dalam memperoleh kekayaan, kamu perlu mengambil resiko optimis. Sedangkan dalam mempertahankan kekayaan, kamu butuh pola pikir yang 180 derajat bertentangan, yaitu harus hidup lebih sederhana dan rasa takut kalau apa yang kita kumpulkan selama bertahun-tahunbisa hilang dalam sekejap. Itulah sebabnya kita harus memiliki pola pikir bertahan hidup (survival mindset) dalam mempertahankan kekayaan:
- Kondisi Keuangan Yang Kokoh
Kita harus punya manajemen uang yang baik, misalnya berapa bagian untuk investasi konservatif dan berapa bagian untuk investasi yang agresif. Pembagian ini harus jelas dan diamati dengan baik. Hal ini bertujuan agar kita mampu menikmati kondisi keuangan yang baik dalam jangka panjang.
2. Rencana Yang Kita Susun Mungkin Tidak Terjadi
Rencana yang baik harus bisa menyisakan ruang apabila gagal, artinya kita harus siap dengan opsi kedua apabila opsi pertama tidak berhasil. Seorang venture capitalist bernama Michael Moritz pernah bilang kalau kita tidak bisa berasumsi besok akan seperti kemarin dan kita juga tidak bisa berasumsi kesuksesan kemarin akan menghasilkan kekayaan di masa depan.
3. Optimis Tapi Juga Takut
Mungkin bagi sebagian orang hal ini cukup membingungkan, tapi esensinya adalah kita harus optimis terhadap masa depan, tapi kita boleh merasa paranoid pada rintangan yang kita hadapi saat menuju ke sana. Tentu saja hal ini lebih menekankan kamu harus selalu mawas diri dan waspada dalam mempertahankan kekayaan. Ada fakta sederhana yang jarang orang pahami soal kekayaan Warren Buffett. Dia bukan hanya seorang investor yang hebat, tapi dia adalah investor yang hebat selama 75 tahun. Ini adalah rahasianya. Kesuksesan keuangan Warren bukan berasal dari mencari imbal hasil setinggi-tingginya, tapi bagaimana kamu bisa mendapatkan imbal hasil yang relatif bagus dalam jangka waktu yang panjang. Inilah yang akhirnya membuat compound effect bergulir sangat kencang dan pola pikir yang seharusnya kita miliki saat mengumpulkan kekayaan.
Kamu bisa membangun kekayaan tanpa pendapatan yang besar. Tapi kamu tidak bisa membangun kekayaan tanpa pola pikir yang benar soal “uang”.
Semoga bermanfaat,
Salam Sukses Sejahtera
Leave a Reply