Mulai tahun ini, untuk wajib pajak yang melakukan transaksi afiliasi diberika kewajiban baru dalam dokumentasi transfer pricing yang dikenal dengan istilah “TP Doc”, yaitu melaporkan dalam tiga bentuk dokumentasi berupa dokumen induk, dokumen lokal dan laporan per negara. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016. Dalam tulisan ini saya akan membahas ketentuan baru tersebut dan hal-hal yang harus disiapkan Wajib Pajak dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017.
Pada aturan baru dokumentasi trasnfer pricing yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 memberikan pengaturan yang jelas mengenai kewajiban dalam pemenuhan kewajiban dokumentasi transfer pricing sesuai Internatonal Best Practice, yang pad akhirnya akan mempersempitcelah bagi Wajib Pajak dalam melakukan praktik penghindaran pajak melalui skema tansfer pricing.
Didalam aturan baru ini tampaknya pemerintah berusaha mengakomodasi rekomendasi OECD dan G20 untuk menangkal praktik penghindaran pajak, yang dikenal dengan istilah Base Erosion And Profit Shifting (BEPS) Action 13 yaitu melalui Transfer Pricing Documentation and Country by Country Reporting. BEPS Action 13 menyarankan dokumentasi transfer pricing menggunakan three tired approach (tiga tingkatan dokumentasi) yaitu master file, local file, dan country by country reporting. Aturan baru ini sekaligus mengubah aturan dokumentasi transfer pricing yang sebelumnya yaitu Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER=32/PJ/2011. Dalam aturan lama belum diatur jelas mengenai bentuk dan mekanisme pelaporan dokumentasi transfer pricing.
BENTUK DOKUMENTASI TRANSFER PRICING
Bentuk dokumentasi transfer pricing yang diwajibkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 berupa dokumen induk, dokumen lokal, dan laporan per negara. Dokumen induk (master file) memuat informasi mengenai grup usaha wajib pajak. Dokumen induk memberikan informasi yang memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai operasi grup usaha wajib pajak di seluruh dunia. Sehingga dokumen induk yang dimasukan disini adalah yang memberikan overview secara menyeluruh atas operasi dari grup usaha wajib pajak.
Dokumen induk minimal harus memuat informasi mengenai:
- Struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yuridiksi masing-masing anggota
- Kegiatan usaha yang dilakukan
- Harta tidak berwujud yang dimiliki
- Aktivitas keuangan dan pembiayaan
- Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk dan Informasi Perpajakan terkait Transaksi Afiliasi
Dokumen lokal (local file) memuat informasi secara spesifik transaksi yang dilakukanwajib pajak di Indonesia. Dokumen lokal memberikan informasi apakah transaksi yang dilakukan wajib pajak sudah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm length principle).
Dokumen lokal paling sedikit harus memuat informasi mengenai:
- Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan
- Informasi transaksi afiliasi dan transaksi independen yang dilakukan
- Penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
- Peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian atau fakta-fakta non-keuangan yang mempengaruhi pembentukan harga atau tingkat laba.
Untuk laporan per negara (country by country reporting) berisi informasi berkaitan dengan alokasi pendapatan dan pajak yang dibayar oleh seluruh grup usaha wajib pajak di setiap negara. Informasi ini digunakan dalam rangka penilaian resiko penghindaran pajak.
Laporan per negara minimal memuat informasi mengenai:
- Alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yuridikasi dari seluruh anggota grup usaha, baik didalam maupun luar negeri, yang meliputi anma negara atau yuridiksi, peredaran bruto, laba (rugi) sebelum pajak, pajak penghasilan yang telah dibayar/dipotong/dipungut/dibayar sendiri, pajak penghasilan terutang, modal, akumulasi laba ditahan, jumlah pegawai tetap, dan harta berwujud selain kas dan setara kas.
- Daftar anggota grup usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yuridiksi.
SIAPA YANG WAJIB MEMBUAT DOKUMENTASI TRANSFER PRICING?
Pembuatan dokumentasi transfer pricing bukan merupakan hal yang mudah, dan seringkali membutuhkan biaya yang besar, sehingga agar tidak menimbulkan biaya yang besar bagi wajib pajak, dalam Peraturan Menteri Keuangan No 213/PMK.03/2016 hanya wajib pajak yang memenuhi kriteria tertentu saja yang diwajibkan membuat dokumentasi transfer pricing.
Dokumen induk dan dokumen lokal, wajib dibuat oleh wajib pajak jika salah satu atau lebih kriteria berikut ini:
- Nilai peredaran bruto tahun pajak sebelumnya dalam satu tahun pajak lebih dari Rp 50.000.000.000
- Nilai transaksi afiliasi tahun pajak sebelumnya dalam satu tahun pajak :
- Lebih dari 20.000.000.000 untuk transaksi barang berwujud
- Lebih dari Rp 5.000.000.000 untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud atau transaksi afiliasi lainnya
- Pihak afiliasi yang berada dinegara atau yuridiksi dengan tarif pajak penghasilan lebih rendah dari tarif pajak penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 UU PPh.
Laporan per negara wajib dibuat apabila wajib pajak merupakan entitas induk dari suatu grup usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada tahun pajak bersangkutan paling sedikit Rp 11.000.000.000.000. dalam hal wajib pajak dalam negeri berkedudukan senagai anggota grup usaha dan entitas induk dari grup usaha merupakan subjek pajak luar negeri, wajib pajak dalam negeri wajob menyampaikan laporan per negara sepanjang negara atau yuridiksi tempat entitas induk berdomisili:
- Tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara
- Tidak memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan, atau
- Memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan, namun laporan per negara tidak dapat diperoleh pemerintah Indonesia dari negara atau yuridiksi tersebut.
PENYUSUSUNAN DAN PELAPORAN DOKUMENTASI TRANSFER PRICING
Dokumentasi transfer pricing harus disusun oleh Wajib Pajak dalam bahasa Indonesia. Dalam hal Wajib Pajak mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa asing dan mata uang selain rupiah, maka dokumentasi transfer pricing dapat dibuat sesuai dengan bahasa asing yang tercantum dalam izin penyelenggaraan pembukuan dimaksud dan disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Dokumen induk dan dokumen lokal, wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat dilakukan transaksi afiliasi. Untuk laporan per negara wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir tahun pajak.
Dokumen induk dan dokumen lokal, harus tersedia paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak. Laporan per negara harus tersedia paling lama 12 bulan setelah akhir tahun pajak. Mengingat Peraturan Menteri Keuangan No 213/PMK.03/2016 berlaku mulai 30 Desember 2016, maka untuk transaksiyang dilakukan wajib pajak tahun 2016, harus dibuat dokumentasi berupa dokumen indukdan dokumen lokasl paling lambat bulan April 2017, sedangkan laporan per negara harus tersedia paling lambat 31 Desember 2017.
Apakah dokumen induk dan dokumen lokal harus dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan? Dokumen induk dan dokumen lokal biasanya cukup tebal, untuk itu kedua dokumen tersebut wajib dibuat ikhtisar. Ikhtisar wajib disampaika sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Badan.Oleh karena itu, dokumen induk dan dokumen lokal tidak perlu dilampirkan di SPT Tahunan PPh Badan, yang terlampir hanya ikhtisarnya saja. Sedangkan laporan per negara, dilampiran dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak berikutnya. Sehingga untuk laporan per negara tahun 2016 dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2017 yang dilaporkan paling lambat tanggal 30 April 2018.
Contoh Ilustrasi:
Kasus 1
PT ABC adalah perusahaan Indonesia bagian dari grup usaha ABC Ltd yang melakukan Transaksi Afiliasi dengan tahun buku 1 Januari sd 31 Desember. Dari laporan keuangan PT ABC, diketahui bahwa:
Peredaran Bruto Atas Transaksi Barang Berwujud: |
Tahun |
||
2016 |
2017 |
2018 |
|
Afiliasi | 5.000.000.000 | 5.000.000.000 | 4.000.000.000 |
Non Afiliasi | 70.000.000.000 | 40.000.000.000 | 45.000.000.000 |
Total Peredaran Bruto | 75.000.000.000 | 45.000.000.000 | 49.000.000.000 |
Biaya Royalti | – | – | 7.500.000.000 |
Tahun pajak 2017:
Peredaran bruto pada tahun 2016 lebih dari Rp 50.000.000.000, maka PT ABC wajib membuat dokumentasi transfer pricing berupa dokumen induk dan dokumen lokal untuk tahun pajak 2017, dan dokumen tersebut harus tersedia paling lambat 30 April 2018.
Tahun pajak 2018:
Peredaran bruto pada tahun pajak 2017 tidak lebih dari Rp 50.000.000.000 dan tidak terdapat transaksi barang berwujud yang melebihi Rp 20.000.000.000, maka PT ABC tidak diwajibkan membuat dokumentasi transfer pricing untuk tahun pajak 2018.
Tahun pajak 2019:
Peredaran bruto pada tahun pajak 2018 tidak lebih dari Rp 50.000.000.000, namun terdapat transaksi afiliasi berupa pembayaran royalti dengan nilai lebih dari Rp 5.000.000.000 maka PT ABC tetap diwajibkan untuk membuat dokumentasi transfer pricing berupa dokumen induk dan dokumen lokal untuk tahun pajak 2019, dan kedua dokumen tersebut harus tersedia paling lambat 30 April 2020.
Kasus 2
PT XYZ adalah perusahaan Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai entitas induk. Sebagai entitas induk, PT XYZ melaporkan peredaran bruto konsolidasi untuk grup usahanya sebagai berikut:
- Tahun pajak 2016 sebesar Rp 12.000.000.000.000
- Tahun pajak 2016 sebesar Rp 10.000.000.000.000
- Tahun pajak 2016 sebesar Rp 13.000.000.000.000
Tahun buku PT XYZ dimulai 1 Januari sd 31 Desember. Berdasarkan informasi diatas, PT XYZ diwajibkan membuat dokumentasi transfer pricing berupa laporan per negara untuk tahun pajak 2016 dan tahun pajak 2018. Untuk laporan per negara tahun pajak 2016, dokumen penentuan harga tersebut harus tersedia paling lambat 31 Desember 2017 dan wajib dilaporkan sebagai lampiran SPT Tahunan Badan tahun 2017. Untuk laporan per negara tahun pajak 2018, harus tersedia paling lambat 31 Desember 2019 dan wajib disampaikan sebagai lampiran SPT Tahunan Badan tahun pajak 2019.
Dalam hal Waji Pajak tidak membuat dokumentasi transfer pricing atau membuat tetapi tidak sesuai dengan yang disyaratkan dalam aturan PMK No 213/PMK.03/2016 maka Wajib Pajak dianggap tidak menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, sehingga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam hal pengawasan kepatuhan Wajib Pajak, pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan permintaan dokumentasi transfer pricing. Selain itu, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan permintaan dokumentasi transfer pricing dalam rangka melaksanakan proses penelitian keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, penngurangan atau pembatalan surat tagihan pajak pmbetulan atau yang tidak benar.
Semoga bermanfaat,
Salam sukses sejahtera
Leave a Reply